Rabu, 30 Mei 2012

Membumikan Pancasila Yang Semakin Sakti





 

Oleh: Prabu Ali Airlanga Ketua DPC GMNI Surabaya

Dalam rangka mempringati Hari Kelahiran Pancasila yang jatuh setiap tanggal 1 Juni, sudah sepatutnya masyarakat kembali mendalami empat pilar tersebut dan mewujudkannya di kehidupan sehari-hari.
Masih saktikah Pancasila, itulah pertanyan yang akan muncul di benak rakyat Indonesia. Banyak wacana muncul akhir-akhir ini yang menyatakan kalau Pancasila sudah tidak sakti lagi atau bahkan di berbagai media memberitakan bahwa kita sudah “pikun" terhadap pancasila Indonesia. Jadi apakah benar kenyataan itu.
Sesungguhnya jawabannya adalah ada pada diri kita masing-masing, dan mungkin kita perlu sedikit merenungkan untuk hal tersebut, apakah kita masih berperilaku seperti yang tersirat dalam jiwa pancasila atau apakah kita sudah melenceng.
Melihat perkembangan kondisi di Indonesia belakangan ini mungkin kita menganggap kalau rakyat Indonesia melupakan ajaran Pancasila dengan adanya kerusuhan dimana-mana yang timbul karena masalah yang berkaitan dengan sila pertama yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Yaitu dengan ricuhnya kelompok agama mayoritas melawan minoritas dengan alasan-alasan tertentu. Tindak kejahatan, tindak kriminal berkedok, mengatasnamakan agama. Sesuai dengan cara, sikap pandang masing-masing, maka ada yang berkesipulan bahwa atas nama agama kita bisa menghalalkan segala cara. Dan ada pula yang berkesimpulan sebaliknya bahwa tindakan atas nama agama didiskreditkan, dipojokkan dengan berbagai cara.
Bangsa Indonesia telah berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama. Selama itu telah terdapat berbagai tantangan dan hambatan yang menghadang terhadap perjalanan negara ini. Ada sekian kasus yang dapat dilihat di dalam perjalanan bangsa ini. Di antara yang penting adalah bagaimana bangsa ini secara tegas berhadapan dengan berbagai ideologi yang ingin masuk dan menggantikan ideologi yang sudah menjadi konsensus bersama.
Pada kondisi saat ini Pancasila dihadapkan dengan berbagai idologi lain, misalnya sosialisme-komunisme, kapitalisme-materialisme, Islamisme-fundamentalisme dan sebagainya. Pancasila sesungguhnya adalah nafas bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja disebabkan oleh peran Pancasila di dalam kehidupan bangsa ini. Pancasila menempati posisi yang sangat strategis di tengah kehidup bangsa Indonesia yang plural dan multikultural.
Bisa dibayangkan seandainya kita sebagai bangsa kemudian tidak memiliki common platform yang sama untuk menjadi bangsa. Seandainya bangsa ini tidak memiliki sinergi yang jelas antara satu dengan lainnya, yaitu harus ada nilai yang disepakati bersama, ada core nilai yang share di antara semua warga, dan tujuan bersama serta ada tindakan yang bisa dilakukan secara bersama-sama, maka bangsa ini tentu tidak ada.
Makanya, kehadiran Pancasila di dalam kehidupan bangsa Indonesia tentu menjadi sesuatu yang sangat penting. Falsafah bangsa ini memang perlu dikaji secara terus menerus. Jangan sampai sebsgaimana yang kita lihat dewasa ini. Salah satu kelemahan bangsa ini, terutama terkait dengan kepemimpinan adalah petubahan kepemimpinan di Indonesia adalah pemimpin baru selalu mengahibisi seluruh hal yang dikerjakan dan diimpikan oleh pemimpin sebelumnya. Ada keinginan untuk menbuat sejarahnya sendiri-sendiri, sehingga dirinyalah yang akan menjadi hero. Itulah sebabnya bangsa ini selalu berada di posisi awal dan tidak berada diposisi lanjutan.
Memperjuangkan tegak-berdirinya NII (Negara Islam Indonesia) secara demokratis di negeri ini, di bumi pertiwi ini, di persada tanah air ini adalah sah, legal saja. Ketika Pancasila dilahirkan, dicetuskan oleh penggagasnya Ir Soekarno dalam siding BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, Dokuritsu Zyunbi Tyuoosakai) pada 1 Juni 1945, umat Islam diajak agar bekerja sekeras-kerasnya, sehebat-hebatnya supaya hukum-hukum yang keluar dari Badan Perwakilan Rakyat adalah hukum-hukum Islam.
Percaya dengan ajakan Ir Soekarno, penggagas Pancasila tersebut, maka tokoh-tokoh umat Islam yang duduk dalam BPUPK menerima, menyepakati ide Pancasila. Negara yang memberlakukan hukum-hukum Islam secara positif adalah Negara Islam. Baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur. Kenapa begitu antipati terhadap hukum Islam?
Kiata semua harus meyakini bahwasanya Pancasila sesungguhnya adalah nafas bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja disebabkan oleh peran Pancasila di dalam kehidupan bangsa ini. Pancasila menempati posisi yang sangat strategis di tengah kehidupsn bangsa Indonesia yang plural dan multikultural. Bisa dibayangkan seandainya kita sebagai bangsa kemudian tidak memiliki common platform yang sama untuk menjadi bangsa.
Seandainya bangsa ini tidak memiliki sinergi yang jelas antara satu dengan lainnya, yaitu harus ada nilai yang disepakati bersama, ada core nilai yang share di antara semua warga, dan tujuan bersama serta ada tindakan yang bisa dilakukan secara bersama-sama, maka bangsa ini tentu tidak ada. Makanya, kehadiran Pancasila di dalam kehidupan bangsa Indonesia tentu menjadi sesuatu yang sangat penting.
Dari konteks ini,  maka jelaslah bahwa kelahiran Pancasila merupakan proses panjang hasil akumulasi dari berbagai pemikiran yang berkembang. Hanya saja memang istilah Pancasila itu dinyatakan pada tanggal 1 Juni 1945. Tetapi isi dari Dasar Negara telah dibicarakan dalam berbagai pertemuan sebagaimana kronologi di atas. Dengan demikian, maka kelahiran Pancasila merupakan sebuah proses yang saling mengisi.
Melihat kenyataan ini, maka benarlah apa yang dinyatakan oleh Presiden SBY bahwa bangsa Indonesia tidak perlu memperdebatkan tentang  Pancasila sebagai dasar negara. Menurut Presiden bahwa perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara hanya akan menghasilkan sesuatu yang kontraproduktif. Bagaimana pun keberadaan Pancasila sebagai dasar negara sudah merupakan sesuatu yang tidak terbantahkan.
Konsep kebersamaan, hidup berdampingan secara damai dilarutkan, dialihkan menjadi konsep kesamaan mutlak, tanpa membedakan budaya, etnis, agamaa. Kesamaan antara Muslim dan non-Muslim, antara pria dan wanita dalam segala hal, termasuk dalam kepemimpinan. Siapa saja boleh dan berhak dipilih jadi pemimpin tanpa membeda-bedakan agamanya, jendernya. Penegakkan kesamaan antara Muslim dan non-Muslim dipandang sebagai penegakan keadilan dan egalitarianisme paripurna, kemanusiaan universal.
Pancasila memang digali dari sejarah panjang kehidupan dan kebudayaan masyarakat Indonesia yang kemudian diakumulasikan dalam lima sila sebagaimana yang kita kenal sekarang. Pancasila tersebut merupakan consensus seluruh bangsa Indonesia untuk itu tidak perlu memperdebatkan tentang  Pancasila sebagai dasar negara karana pancasalia merupakan hasil dari consensus nasional bangsa Indonesia tentang apa yang sebaiknya menjadi dasar negara. untuk itu patuk bagi kita semua selaku warga negara Indonesia untuk turut serta Membumikan Pancasila Yang Semakin Sakti. Merdeka !


Selasa, 22 Mei 2012

Harkitnas, Moment Kembali ke Pancasila dan UUD 45


Surabaya - Bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), Senin (21/5/2012), Gerakan Surabaya Bangkit (GSB) melakukan aksi unjuk rasa. Mereka menuntut ketidakpuasaan akan tugas pemerintah dalam melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar 45. 
Lebih dari 65orang menduduki dewan kota Surabaya, tempat berlangsungnya demo. Gabungan dari beberapa LSM ini diantaranya DPC GMNI Kota Surabaya, menginginkan apa yang telah dicapai Indonesia selama 65 tahun merdeka masih belum menuju ke masyarakat yang adil dan sejahtera. Dan pelaksanaan sesuai dan tertuang dalam butir-butir Pancasila.
Menurut M. Ali Shodikin, selaku WAKORLAP aksi, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah membawa negeri ini telah tertuang dalam butir-butir pancasila.
"Kemerdekaan mendapatkan pendidikan merupakan hak setiap anak bangsa, untuk dapat diperjuangkan di muka bumi ini.  Yang namanya wajib belajar 12 tahun (Wajar Dikdasmen) masih dicemari oleh berbagai pungutan-pungutan yang sangat membebani para orang tua yang lagi kesusahan."paparnya kepada wartawan, Senin (21/5).
Ia juga menjelaskan terhambatnya proses ketimpangan dalam masalah pendidikanyang menjadi masalah yang tidak pernah jelas simpulnya
"betapa ironis di satu pihak orang kecil begitu bersemangatnya ingin menyekolahkan anak tercintanya guna merubah nasib keluarga, namun dipihak lain biaya sekolah membumbung tinggi menghadangnya. Padahal pemerintah berdalih sudah merealisasikan alokasi 20% dari total APBN yang ini diatur UUD 1945 sedangkan dari pihak DPRD Kota Surabaya berdalih mereka sudah mengganggarkan  alokasi lebih dari 30% dari total APBDKota Surabaya.," ujarnya.
Dimas Selaku korlap menuturkan dalam aksi kali ini sebagai tujuan, untuk menuntut beberapa hal, pertama melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar, pendidikan harus merdeka, tanah untuk rakyat, wujudkan kesejahteraan buruh, kesehatan gratis untuk rakyat miskin, damai dalam keberagaman, nasionalisasi industri pertambangan agung dan ganyang koruptor.
Aksi berlangsung damai dan perwakilan dari mereka diterima dengan baik oleh pihak komisi A DPRD kota Surabaya. Usai aksi, mereka melakukan long march menuju ke Balai Kota Surabaya.

Sabtu, 12 Mei 2012

Penolakan knaikan BBM

Aksi penolakan kenaikan BBM....

Pengobatan Gratis

Bakti sosial (pengobatan gratis) dalam agenda ultah DPC Gmni Kota Surabaya bekerja sama dengan GmnI Komisariat Kedokteran Unair surabaya di Gang Lumumbu dalam surabaya.

Gerakan Mahasiswa Peduli Pendidikan


Gerakan Mahasiswa Peduli Pendidikan

oleh : M. Ali Shodikin SH.I
Ketua DPC GMNI SURABAYA

Merdeka……..!
Selamat Hari Pendidikan Nasional.

 

“Pendidikan Belum Merdeka”


Momentum Hardiknas bukan sekedar ceremonial saja, namun apa sesungguhnya yang bisa kita lakukan untuk pendidikan nasional bangsa kita agar lebih baik dan kita banggakan?

Kemerdekaan mendapatkan pendidikan merupakan hak setiap anak bangsa untuk dapat diperjuangkan di muka bumi ini. Mari sejenak kita renungkan, yang namanya wajib belajar 12 tahun (Wajar Dikdasmen) masih dicemari oleh berbagai pungutan-pungutan yang sangat membebani para orang tua yang lagi kesusahan.
Ironis memang, di satu pihak orang kecil begitu bersemangatnya ingin menyekolahkan anak tercintanya guna merubah nasib keluarga, namun dipihak lain biaya sekolah membumbung tinggi menghadangnya. Padahal pemerintah berdalih sudah merealisasikan alokasi 20% dari total APBN yang ini diatur UUD 1945
Kita patut menyadarai krisis multidimensi yang melanda Indonesia berdampak pada mutu SDM (sumber daya manusia) Indonesia. Selain itu juga pada system serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, hal tersebut bias kita buktikan dari indikator berikut:
Pada saat krisis ekonomi ditahun 1998 pemerinta rezim Orde Baru menyepakati sebuah kesepakatan Washington (Washington consensus) yang sarat dengan kepentingan kapitalisme dan nilai-nilai neoliberalisme dimana mereka menginginkan supaya pemerintah mengurangi atau menolak campur tangan dalam penataan kegiatan ekonomi. Parahnya dalam Washington consensus terdapat sepulu kesepakatan yang di rekomendasi untuk diliberalkan dan salah satunya sector pendidikn. Mereka berpendapat bahwa pendidikan termasuk ke dalam katagori industri yang mengubah benda fisik physical services.
Pada tahun 2005, indeks pembangunan manusia Indonesia menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia (Human Development Report 2005, UNDP). Menurut Laporan Bank Dunia (Greaney, 1992) dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), di Asia Timur menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD di Indonesia berada pada peringkat terendah.


Kondisi anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30 persen materi bacaan dan kesulitan menjawab soal berbentuk uraian yang perlu penalaran. Hal ini disebabkan karena mereka sangat terbiasa dalam menghapal serta mengerjakan soal pilihan ganda. Belum lagi kontens bacaan yang tidak layak baca oleh anak sering kali menyusup di buku pelajaran.
Sementara itu, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia (berdasarkan survei Political and Economic Risk Consultant). Dalam hal daya saing, Indonesia memiliki daya saing yang rendah, hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara di dunia (The World Economic Forum Swedia, 2000). Sehingga Indonesia hanya berpredikat sebagai follower, bukan sebagai leader.

Liberalisasi pendidikan
Rencana pemerintah meliberalisasi pendidikan tercermin dalam disahkanya UU Badan Hukum Pendidikan yang kemudian Dicabut oleh MK karena bertentangan dengan UUD. Namun rupanya pemerintah pantang menyerah, saat ini pemerintah sedang memproses untuk disahkanya Rancangan Undang-Undang Perguruan tinggi (BHP JILID II). Dimana dalam pasal-pasal yang terselip penuh ayat siluman yang syarat kepentingan asing masuk kembali. Salah satunya mengenai pinjaman pendidikan, masuknya PT asing, privatisasi Perguruan tinggi dan banyak yang lainnya.
Liberalisasi pendidikan di Indonesia mengindikasikan semakin melemahnya peran negara dalam melaksanakan sektor pelayanan publik. Selain itu liberalisasi yang menghalalkan Privatisasi pendidikan di Indonesia tidak lepas dari adanya tekanan utang yang harus dibayarkan.
Untuk itu kami dari mahasiswa peduli pendidikan menyampaikan tuntutan sebagai berikut:

SIKAP GERAKAN
1.       Mendesak untuk segera diwujudkannya wajib belajar gratis 12 tahun yang merata untuk segenap rakyat
2.       Laksanakan pasal 31 dan 33 Undang-Undang Dasar 1945 sepenuhnya
3.       Transparansi alokasi dana anggaran pendidikan yang 20% dari APBN
4.       Tolak komersialisasi pendidikan di Indonesia
5.       Revisi dan kaji kembali RUU PT
6.       Tegakkan RUU nomer 11 tahun 2005 tentang penyelenggaraan pendidikan tanpa diskriminasi
7.       Wujudkan kurikulum yang mencerdaskan, ilmiah dan produktif, Sebagai jalan indudtrialisasi nasional.
8.       Tolak segala RUU dan cabut UU yang berhubungan Dengan neoliberalisme
9.       Wujudkan pendidikan yang berkarakter serta sesuai dengan kepribadian bangsa

PEMUDA ITU (SEPERTI) APA?

Artikel Komisariat GmnI FD IAIN Sunan Ampel Surabaya 


PEMUDA ITU (SEPERTI) APA?
Oleh : Sarinah Fara*

Tua dan muda adalah sebuah kombinasi yang saling melengkapi. Hal ini semakin dikuatkan dalam statemen the founding father yang berbunyi “Beri aku 10 orang tua maka akan kucabut semeru beserta akarnya, beri aku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia”. Kata-kata tersebut bukanlah sekedar slogan, namun lebih pada konsep peranan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertanyaannya adalah pemuda seperti apa yang berhasil menaklukkan dunia itu?
Dalam sejarah Indonesia, gerakan kepemudaan selalu memberikan suntikan energi baru bagi perubahan sosial dan politik di Indonesia. Budi Utomo, Serikat Islam, hingga organisasi kemahasiswaan semacam GmnI, PMII, HMI, KAMMI, dan lain sebagainya adalah contoh konkrit dari perjuangan pemuda-pemuda Indonesia. Pemuda berdiri sebagai tokoh utama dalam menciptakan gerakan revolusioner. Mereka terorganisir menuntut perbaikan yang mensejahterakan. Kampus-kampuspun beralih peran, tidak sekedar tempat menimba ilmu, tapi juga semakin ramai dengan dinamika politik. Realitas masyarakat yang begitu kompleks di balik pagar kampus memanggil pemuda-pemuda itu untuk turut serta dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Musuh terbesar kita hari ini adalah kapitalisme. Kapitalisme menjauhkan bangsa dari peradabannya, dari ‘identitas’nya sendiri. Kapitalisme merangsang bangsa untuk tidak berkepribadian. Namun menjadikannya seperti buih laut yang mudah diombang-ambingkan. Penjajahan semacam inilah yang berakibat fatal bagi bangsa. Ketika seseorang tidak memiliki dirinya sendiri, ketika seseorang menjauhi dirinya sendiri, maka yang ada adalah seonggok Negara yang tandus akan perjuangan, Negara yang dahaga akan kesejahteraan dan kemudian perlahan-lahan akan mati tanpa namanya.
Musuh kedua kita hari ini adalah fundamentalisme. Fundamentalisme adalah gerakan keputusasaan yang menghendaki pengembalian kita pada masa lalu. Kita tak harus menjadi manusia kemarin untuk menjadi lebih baik. Kita tak harus menyempitkan pandangan dalam satu titik untuk menjadi lebih baik. namun betapa indahnya jika kacamata yang kita kenakan terbuka dan kita akan melihat dunia.
Kapitalis dan fundamentalis agaknya mulai merasuki relung-relung kehampaan pemuda dewasa ini. Kapitalis mengantarkan pemuda-pemudi kita menjadi hedonis, apatis dan kontra terhadap gerakan revolusioner. Budaya-budaya barat dijunjung setinggi-tingginya, pemikiran-pemikiran berubah aliran dari idealis menjadi materialistis. Semua mengacu pada sector ekonomi. Sedangkan fundamentalis memanfaatkan pemuda yang putus asa karena tidak mampu mencapai kesejahteraan menjadi kelompok pemberontak berjargon agama. Agama dijadikan alat pemecah belah. Peran agama dibuat sedemikian absurd, kita diajak untuk kembali ke masa lalu dalam mimpi-mimpi kecil keemasan yang sudah lama berlalu. Apakah kita terlalu takut untuk menciptakan sejarah kita sendiri sehingga harus kembali? Apakah kita tidak bisa menghadirkan keemasan itu kembali di hari ini dan untuk masa depan? Kesenjangan-kesenjangan semacam ini mengakibatkan beralihnya peran pemuda sebagai benteng bangsa. Pemuda dianggap tak pantas menjadi perisai.
Pada dasarnya pemuda adalah tonggak perjuangan bangsa. Kemajuan Negara berdasar dari kualitas pemudanya. Jika sebuah bangsa memiliki pemuda-pemudi yang tangguh yang mampu menggiring Negara menuju kemapanan dan kesejahteraan. Akan tetapi sebaliknya jika Negara ditinggalkan pemuda-pemudinya yang lebih bangga dengan film-film Hollywood dan lebih kuat dengan gerakan penekan dari aksi-aksi simbolik berdasar agama maka Negara itu hanya akan ada dalam buku sejarah masa lalu. Namun sekali lagi, pertanyaannya, bagaimana menciptakan pemuda yang sebenar-benarnya pemuda?
Pertama, pemuda yang mampu menaklukkan dunia adalah pemuda yang berketuhanan yang maha esa. Kita kembali pada pancasila itu sendiri. Ketuhanan yang maha esa merupakan hakikat manusia hidup. Jika seseorang meyakini kekuatan Tuhan dalam kehidupannya, maka yang dihasilkan adalah individu-individu yang terjaga dari kedzaliman, dari kemunafikan. Agama adalah the right to life, liberty and the pursuit of happiness. Apabila seseorang kehilangan indera agamanya, maka ia akan kehilangan fungsi dan pengaruhnya. Pemuda yang beriman adalah pemuda yang mampu menempatkan diri dengan keteguhan prinsip hidup.
Kedua, adalah pemuda yang berkeadilan dan beradab berdasar prinsip kemanusiaan. Setelah meneguhkan eksistensi ‘ketuhanan’ dalam jiwa pemuda, konsep kedua ini menekankan pada aplikasi dari kekuatan agama dalam kehidupan sosial. pemuda mampu menciptakan keadilan dalam dirinya dan juga dalam kehidupan masyarakat. pemuda yang berani menjegal kedzaliman. implementasinya pemuda yang seperti ini akan menebus ketidakberdayaan rakyat dari legitimasi pemerintahan yang korup, yang tidak berpihak pada rakyat, yang bertele-tele dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Adil dan beradab dapat dikonsepsikan sebagai sebab-akibat, jika keadilan mampu ditegakkan setinggi-tingginya maka yang dicapai adalah langit-langit keberadaban yang meneguhkan kemanusiaan.
Ketiga, adalah konsep pemuda yang bersatu dalam kerangka Indonesia Raya. Persatuan merupakan azas terpenting dalam menciptakan suatu kombinasi perjuangan yang kukuh dalam mempertahankan kemerdekaan. Ini juga sesuai yang terkandung dalam semboyan Negara kita, bhineka tunggal ika. Pemuda yang menyadari bahwasannya perbedaan adalah keniscayaan dan perbedaan adalah sebuah dinamisasi yang akan menghasilkan komposisi yang indah adalah pemuda-pemudi yang memiliki daya juang ideal. Mereka akan bergerak bersama-sama dalam ranahh yang beragam untuk mencapai keselarasan hidup berbangsa dan bernegara.
Keempat, pemuda yang demokratis, yakni menghargai satu sama lain. tidak saling menyikut, tidak saling menghancurkan. Pemuda yang demokratis akan menjunjung azas demokrasi, tentunya yang berdasar atas kerakyatan. Demokrasi kita hari masih setengah jadi. Jika kita menganalisis pada dasarnya musyawarah merupakan manifestasi falsafah kebersamaan, bukan sekedar ‘voting’. Namun pada kenyataannya pemilihan umum sebagai salah satu proses musyawarah tidak benar-benar tereduksi dalam memilih wakil-wakilnya akan tetapi lebih pada representasi partai. Begitu juga yang terjadi dalam pemilihan umum sistem distrik pada masa orde baru, hak rakyat hanya sampai pada pemilihan wakil rakyat bukan pemimpin. Jika dianalogikan, kita tengah mengenakan pakaian demokrasi namun jahitannya banyak yang rumpang yang akibatnya lambat laun bangsa kita akan telanjang dengan sendirinya dari pakaian demokratis yang hendaknya mampu mengindahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tengah butuh generasi yang rindu akan demokrasi yang mapan. Yang kemudian dalam perjuangannya mampu memperbaiki bangunan demokrasi kita yang rumpang dan sarat akan kepentingan-kepentingan.
Kelima, pemuda yang memiliki prinsip keadilan sosial. Keadilan sosial dapat berfungsi sebagai objek dan juga berperan sebagai tujuan. Makna keadilan berorientasi pada keberadaan yang adil dan sosial adalah sifat dari keberadaan tersebut. Pemuda yang tinggi jiwa sosialnya adalah ia yang membawa perubahan besar pada tatanan hidup masyarakat untuk lebih berdikari di bidang perekonomian dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Lima konsep pemuda yang penulis ajukan merupakan konsep yang diambil dari dasar Negara kita yakni pancasila. Pancasila merupakan sebuah common denominator dari semua ideology dan aliran pemikiran. Pemuda yang pancasilais adalah pemuda yang masih mampu tegak berdiri menghadapi zaman.Pemuda yang pancasilais adalah pemuda yang tidak lupa akan hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan yang Maha Esa. Pemuda yang pancasilais adalah pemuda yang konsisten dalam berkepribadian. pemuda yang pancasilais adalah pemuda yang menjunjung tinggi persatuan, pluralisme dan berpihak pada keadilan.
Pertanyaannya, dibatas manakah kepancasilaisan kita sebagai pemuda hari ini??

*Ketua Komisariat GmnI FD IAIN Sunan Ampel Surabaya.                                                                                   
Komisariat Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

















PROFIL
GmnI FAKULTAS DAKWAH IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA



Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel merupakan fakultas yang konsentrasi keilmuannya adalah ilmu sosial dan komunikasi. Keilmuan-keilmuan inilah yang menjadikan fakultas dakwah dipandang sebagai fakultas yang berorientasi pada kemasyarakatan dan ruang lingkupnya. Dengan visi dan misi menjunjung tinggi nilai-nilai islam, dan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai motor penggerak perubahan di segala aspek, fakultas dakwah juga menekankan nilai-nilai kebangsaan dan menolak islam dijadikan alat untuk mengganti ideologi Negara Indonesia (Seperti yang dikemukakan Dekan Fakultas Dakwah dalam seminar kebangsaan). Adapun jurusan dan program studi adalah Jurusan Kepenyiaran Islam, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Jurusan Manajemen Dakwah, Progran Studi Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu Psikologi dan Program Studi Sosiologi.

Sebagai corak baru organisasi kemahasiswaan di Fakultas Dakwah, GmnI berdiri menghilangkan kesan radikal dalam islam. GmnI juga mengembalikan hakikat bangsa pada kebangsaannya dengan menekankan nilai-nilai pancasila. GmnI menggodog kaum nasionalis yang agamis. Dengan jargon sosial yang diusung fakultas dakwah, GmnI juga menciptakan dunia sosial yang berkeadilan dan berkebangsaan.
GmnI selain dianggap mampu menerjemahkan nilai-nilai pancasila juga melengkapi makna implisit dari dakwah itu sendiri yakni dakwah yang memberdayakan (empowerment), dakwah yang membawa perubahan (change), dan dakwah yang mensejahterakan (welfare). Ketika ketidakberdayaan menghujam masyarakat, GmnI bersama rakyat terjun di lapangan untuk menyelesaikan bersama-sama masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Hal ini dibuktikan dengan beberapa program kerja dari komisariat fakultas dakwah yang banyak berorientasi di dunia sosial. komisariat fakultas dakwah, fakultas syariah dan komisariat fisip unair bekerja sama menggalang dana untuk acara bakti sosial di perkampungan nelayan Sidoarjo sekaligus mencanangkan program pemberdayaan masyarakat. membangun sekolah-sekolah rakyat di pinggiran kota Surabaya, turut mengontrol kebijakan pemerintah dengan aksi demonstrasi dan lain sebagainya.

                                   
                                    Komisariat Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya

Jumat, 11 Mei 2012

Ucapan Selamat

Selamat atas terpilihnya Bung Ali dan Bung Faris sebagai Ketua dan Wakil DPC GmnI Kota Surabaya, semoga GmnI semakin jaya, Marhaen selalu menang.... MERDEKA

Kamis, 10 Mei 2012

Tentang GmnI

PENGANTAR
        Bahwa hampir setiap permasalahan yang terjadi di dalam negeri kita baik pada sektor sosial, ekonomi, maupun politik senantiasa berkaitan dengan konstelasi global yang ada. Imperialisme dan kolonialisme atas negeri kita sejak awal abad ke-19 adalah dampak daripada Revolusi Industri di Inggris yang melahirkan peradaban baru dalam sistem perekonomian dunia. Sebuah sistem perekonomian yang mengharuskan negara-negara maju untuk selalu mengeksploitasi sumber daya alam sebanyak-banyaknya dari berbagai belahan dunia sebagai bahan baku industri sekaligus mencari pasar baru sebagai akibat dari akumulasi barang dan modal yang terjadi di negerinya.

        Revolusi Bolshevik di Uni Soviet pada tahun 1917 juga telah mengilhami pemberontakan Partai Komunis Hindia Belanda pada tahun 1926. Sejak saat itulah banyak tokoh Indonesia yang belajar dan melakukan komunikasi intensif dengan Uni Soviet. Penerapan kebijakan politik etis Belanda di Indonesia juga telah mengakibatkan munculnya intelektual-intelektual muda di Indonesia yang bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran ala barat, yang kemudian mengakibatkan terjadinya pertarungan ide dan gagasan antara tokoh-tokoh pendiri Republik tentang konsep kemerdekaan, kenegaraan, kebangsaan, demokrasi, dan lain-lain pada awal masa sebelum kemerdekaan bangsa kita.
        Terjadinya resesi ekonomi di negara-negara kapitalis pada tahun 1930-an menyebabkan meletusnya konflik antar mereka dalam memperebutkan wilayah negara jajahan. Pada saat negara-negara besar terbelah menjadi blok Axis dan blok Sekutu, di saat itulah Amerika Serikat menyusun konsep sosiologi untuk membuat rekayasa sosial guna diterapkan di negara jajahan mereka. Teori yang digunakan adalah strukturalisme fungsional dari Talcott Parsons.
        Pada era 1940-an muncul fenomena kemerdekaan negara negara jajahan di dunia termasuk Indonesia yang merdeka pada tahun 1945. Untuk mengendalikan negara-negara yang baru merdeka tersebut pada tahun 1944 dalam pertemuan Bretton Woods dibentuklah PBB, World Bank, IBRD, IMF, dan GATT. Proses ini memicu pertumbuhan perusahaan-perusahaan raksasa lintas negara dan antar bangsa yang biasa disebut dengan MNC (Multi National Coorporation).
        Maka dimulailah penjajahan model baru dari penjajahan konvensional ala militer kepada model penjajahan modern ala ekonomi. Strategi yang diterapkan oleh negara-negara kapitalis adalah dengan menerapkan ideologi developmentalisme dan konsep ekonomi pertumbuhan dari W.W. Rastow di negara-negara berkembang. Sistem kapitalisme inilah yang menyebabkan kemelaratan bangsa Indonesia secara terus menerus.
        Untuk itulah demi menjawab persoalan di atas lahirlah dari rahim ibu pertiwi organisasi kader pejuang bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Dengan berasaskan Marhaenisme ajaran Bung Karno GMNI siap menjebol pengaruh kapitalisme global di Indonesia sampai ke akar-akarnya, dan membangun tatanan baru demi terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

SEJARAH PERJUANGAN GMNI
        Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) lahir dari hasil proses peleburan tiga organisasi kemahasiswaan yang berasaskan sama yakni Marhaenisme ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi tersebut adalah:
• Gerakan Mahasiswa Marhaenis yang berpusat di Jogjakarta
• Gerakan Mahasiswa Merdeka yang berppusat di Surabaya
• Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) yang berpusat di Jakarta
        Proses peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang diketuai oleh S.M. Hadiprabowo.
Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi yang seasas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian disampaikan kepada pimpinan kedua organisasi yang lain, dan ternyata mendapat sambutan positif.
        Setelah melalui serangkaian pertemuan penjajagan, maka pada Rapat Bersama antar ketiga Pimpinan Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman Suropati, akhirnya dicapai sejumlah kesepakatan antara lain:
– Ketiga organisasi setuju untuk melakukan fusi
– Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi ini bernama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesa (GMNI)
– Asas Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesa (GMNI) adalah Marhaenisme ajaran Bung Karno
– Sepakat untuk mengadakan Kongres pertama GMNI di Surabaya
        Para pimpinan tiga organisasi yang hadir dalam pertemuan ini antara lain: Dari Gerakan Mahasiswa Merdeka (1. Slamet Djajawidjaja, 2. Slamet Rahardjo, 3. Heruman), Dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis (1. Wahyu Widodo, 2. Subagio Masrukin, 3. Sri Sumantri Marto Suwignyo), Dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (1. S.M. Hadiprabowo, 2. Djawadi Hadipradoko, 3. Sulomo)

KONGRES I
Dengan dukungan dari Bung Karno pada tanggal 23 Maret 1954 dilangsungkan Kongres I GMNI di Surabaya. Momentum inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi (Dies Natalis) GMNI. Hasil daripada Kongres I adalah :

  • Pengesahan nama GMNI sebagai hasil fusi ketiga organisasi





  • Penetapan pimpinan nasional GMNI dengan M. Hadiprabowo sebagai ketua





  • KONGRES II
    Dilaksanakan di Bandung pada tahun 1956 dengan haril sebagai berikut:

  • Konsolidasi internal organisasi





  • Meningkatkan kualitas GMNI dengan mendirikan cabang-cabang baru di seluruh wilayah NKRI





  • Sebagai ketua pimpinan nasional GMNI tetap M. Hadiprabowo





  • KONGRES III
    Dilaksanakan di Malang pada tahun 1959 dengan haril sebagai berikut:

  • Evaluasi pesatnya perkembangan cabang-cabang GMNI di Jawa, Sumatra, dan wilayah-wilayah lain





  • Pengembangan cabang-cabang baru GMNI di seluruh Kabupaten / Kota yang ada perguruan tingginya





  • Perubahan manajemen organisasi dari bentuk DPP menjadi Presidium





  • Ketua Presidium adalah M. Hadiprabowo





  • Konperensi Besar GMNI di Kaliurang tahun 1959 Bung karno memeberikan pidato sambutan dengan judul "Hilangkan Sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa !". Diteguhkannya kembali Marhaenisme sebagai asas perjuagan organisasi.

    KONGRES IV
    Digelar tahun 1962 di Jogjakarta, dengan hasilnya:

  • Peneguhan eksistensi organisasi dalam realitas sosial politik dan masalah kemasyarakatan





  • Kepengurusan Presidium antara lain: Bambang Kusnohadi (ketua), Karjono (sekjen), John Lumingkewas, Waluyo, dll.





  • Konperensi Besar di Jakarta 1963
    Bung Karno memeberikan amanat yang pada intinya meminta GMNI untuk lebih menegaskan ideologi Marhaenismenya.

    Konperensi Besar di Pontianak 1965
    Kongres V direncanakan berlangsung di Jakarta, tetapi batal akibat adanya GESTOK. Untuk itu konsolidasi organisasi dipindahkan ke Pontianak melalui forum Konperensi Besar, dengan hasil menetapkan kerangka program perjuangan dan program aksi bagi pengabdian masyarakat.

    KONGRES V
    Berlangsung tahun 1969 di Salatiga. Terjadi perdebatan sengit di dalam kongres akibat infiltrasi dari rezim penguasa Orde Baru. Hasilnya: mengesahkan kepemimpinan nasional GMNI berupa DPP dengan ketua Soeryadi dan Sekjen Budi Hardjono.

    KONGRES VI
    Dilaksanakan tahun 1967 di Ragunan jakarta dengan tema pengukuhan kembali independensi GMNI serta persatuan dan kesatuan dan sekaligus konsolidasi organisasi. Hasil kongres ini adalah :

  • Penyatuan faksi yang ada di GMNI





  • Rekonsiliasi dengan power sharing untuk mengisi struktur kepemimpinan nasional





  • Pernyataan independensi GMNI





  • Pimpinan nasional berbentuk Presidium dengan kepengurusan sebagai berikut: Sudaryanto, Daryatmo Mardiyanto, Karyanto, Wisnu Subroto, Hadi Siswanto, Rashandi Rasjad, Teuku Jamli, Viktor S Alagan, Alwi F. AS, Emmah Mukaromah, Agung Kapakisar, Sunardi GM, Semedi.





  • KONGRES VII
    Dilaksanakan di Medan tahun 1979, hasilnya adalah:

  • Konsolidasi organisasi dan konsolidasi ideologi secara optimal





  • Marhaenisme sebagai asas organisasi tidak boleh diubah





  • Penegasan independensi GMNI





  • Presidium dengan anggota: Sutoro SB (Sekjen), Daryatmo Mardiyanto, Lukman Hakim, Sudaryanto, Kristiya Kartika, Karyanto Wirosuhardjo.





  • KONGRES VIII
    Berlangsung 1983 di Lembang, Bandung, dengan pengawalan ketat dari aparat keamanan. Kepengurusan Presisium hasil kongres ini adalah: Amir Sutoko (Sekjen), Suparlan, Sudiman Kadir, Suhendar, Sirmadji Tjondropragola, Hari Fadillah, Rafael Lami Heruhariyoso, Bismarck Panjaitan, Antonius Wantoro.

    KONGRES IX
    Berlangsung di Samarinda tahun 1986. Kepengurusan Presidium hasil kongres ini adalah: Kristiya Kartika (Ketua), Hairul Malik (Sekjen), Sudirman Kadir, Sunggul Sirait, Agsu Edi Santoso, I Nyoman Wibano, Suparlan, Adin Rukandi, Gerson Manurib.

    KONGRES X
    Berlangsung di Salatiga tahun 1989. Kepengurusan Presidium hasil Kongres ini adalah: Kristiya Kartika (Ketua), Heri Wardono (Sekjen), Agsu Edi Santoso, Hendro S. Yahman, Sunggul Sirait, Ananta Wahana, Jhon A. Purba, Silvester Mbete, Hendrik Sepang.

    KONGRES XI
    Dilaksanakan tahun 1992 di Malang, hasilnya adalah sebagai berikut:

  • Adanya format baru hubungan antara kader GMNI yang tidak boleh lagi bersifat formal institusional, tetapi diganti jadi bentuk hubungan personal fungional.





  • Kepengurusan Presidium adalah: Heri Wardono (Ketua), Samsul Hadi (Sekjen), Idham Samudra Bei, Teki Priyanto, Yayat T. Sumitra, Rosani Projo, Yori Rawung, Herdiyanto, Frimansyah.





  • KONGRES XII
    Diadakan di Denpasar tahun 1996. Hasilnya adalah:

  • Perubahan pembukaan Anggaran Dasar dengan memasukkan klausul "Sosialis Religius""Nasionalis Religius", dan "Progresive Revolusioner".





  • Menolak calon tunggal presiden RI, penghapusan program penataran P4, reformasi politik ekonomi RI.





  • Kepengurusan Presidium terdiri dari: Ayi Vivananda(Ketua), A. Baskara (Sekjen), Agus Sudjiatmiko, Abidin Fikri, Arif Wibowo, IGN Alit Kelakan, Deddy Hermawan, Sahala PL Tobing, Rudita Hartono, Hiranimus Abi, Yudi Ardiwilaga, Viktus Murin.





  • KONGRES XIII
    Terjadi perpecahan dalam Kongres XIII. Sebagian ada yang menyelenggarakan Kongres di Kupang pada Oktober 1999. Sebagian lagi menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Semarang.
    Presidium hasil Kongres Kupang adalah: Bambang Romada, Viktus Murin, Arif Fadilla, Aleidon Nainggolan, Haryanto Kiswo, Klementinus R. Sakri, Kristantyo Wisnu Broto, Robby R F Repi, R.S. Hayadi, Renne Kembuan, Wahyuni Refi, Yusuf Blegur, Yori Yapani.
    Sementara itu Presidium hasil Kongres Luar Biasa di Semarang pada Februari 2001 adalah sebagai berikut: Sony T. Dana Paramita (Sekjen), Hatmadi, Sidik Dwi Nugroho, Sholi Saputra, Endras Puji Yuwono, Purwanto, Susilo Eko Prayitno, Tonisong Ginting, Donny Tri Istiqomah, Andre WP, Abdullah Sani, Bamabang Nugroho, I Gede Budiatmika.

    KONGRES XIV
    Barisan hasil kongres Kupang meneruskan kongres XIV di Manado dengan hasil kepengurusan Presidium sebagai berikut: Wahyuni Refi (Ketua), Donny Lumingas (Sekjen), Achmad Suhawi, Marchelino Paiiama, Ade Reza Hariyadi, Hendrikus Ch Ata Palla, Yos Dapa Bili, Hendri Alma Wijaya, Moch. Yasir Sani, Haryanto Kiswo, Jan Prince Permata, Eddy Mujahidin, Ragil Khresnawati, Heard Runtuwene, Nyoman Ray.
    Sementara itu barisan hasil KLB Semarang meneruskan kongres XIV di Medan, dengan hasil kepengurusan sebagai berikut: Sonny T. Dana Paramita (Sekjen), Andri, Dwi Putro, Erwin Endaryanta, Fitroh Nurwijoyo Legowo, Mangasai Tua Purba, Monang Tambunan, Alvian Yusuf Feoh, Abdul Hafid.

    KONGRES XV (KONGRES PERSATUAN)
    Dilaksanakan pada tahun 2006 di Pangkal Pinang, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan penyatuan dua barisan yang ada di GMNI, hasilnya adalah sebagai berikut:

  • Penetapan AD/ART baru GMNI





  • Penetapan silabus kaderisasi dan GBPP GMNI





  • Hasil kepengurusan Presidium dipimpin oleh Deddy Rahmadi sebagai Ketua dan Rendra Falentino Simbolon sebagai Sekretaris Jenderal.





  • KONGRES XVI
    Berlangsung di Wisma Kinasih Bogor pada Desember 2008, hasilnya adalah: Penyempurnaan AD/ART dan GBPP GMNI, Bentuk pimpinan nasional adalah Presidium dengan Ketua Rendra Falentino Simbolon dan Sekretaris Jenderal Cokro Wibowo Sumarsono, Penegasan sikap politik sebagai berikut:

  • Pernyataan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli





  • Mendesak segera dilaksanakannya Reforma Agraria





  • Menolak hutang luar negeri dalam bentuk apapun





  • Cabut UU Badan Hukum Pendidikan, UU Pornografi dan Pornoaksi serta UU Penanaman Modal





  • Nasionalisasi sepenuhnya aset-aset yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai dengan amanat UUD 1945





  • Sumber :www.gmni.or.id
    DPC GmnI Kota Surabaya © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute