Sabtu, 28 Desember 2013

AIR MATA KALIMAS



Anjing-anjing lapar itu menggonggong kekenyangan
walau yang dimakan kelak mengandung penyakit rabies.
Karena takut anjing itu makan daging yang segar
tuan-tuannya yang serakah sering mengikatnya direl kereta.
Oh anjing berbulu coklat,warnamu akan memudar
seiring nafasmu yang bau kentut karena daging yang kau makan
sudah terkontaminasi dipeti kemas dipelabuhan.

Aku kasihan melihat nasibmu anjing
sekalli-kali berkacala lah dikalimas yang airnya sebening kaca
kupastikan airmatamu pasti mengalir disana (Hasanudin)


Sengketa agraria pada umumnya merupakan konflik laten.  Pihak-pihak yang bersengketa, sebagian besar dilatarbelakangi kepentingan ekonomi dan politik. Sudah saatnya konflik berkepanjangan warga Kalimas Baru dengan PT KAI dan PT Pelindo III diakhir, publikpun kini semakin yakin, terjadinya konflik yang berlarut-larut mempertegas bahwa, pihak-pihak yang terlibat didalamnya sengketa ini justru kerap bersekongkol dengan para pemilik modal. Takkala kerusuhan meledak pada tragedy 17 Desember 2013, lagi-lagi rakyatlah yang kerap menanggung akibat yang paling berat. Bahkan tidak menutup kemungkinan kondisi ini akan menjalar ke wilayah-wilayah yang lain.
Disaat warga sedang berupaya untuk memertahankan hak-haknya, tiba-tiba ribuan aparat kepolisian bersenjata lengkap bersama para preman-preman, diperintahkan agar mengamankan jalanya eksekusi, rumah warga.  yang diperintahkan oleh PT KAI, dimana mereka semua menjadi budak-budak para investor dengan target memuluskan nafsunya untuk merampas tanah warga kalimas baru.
Sesungguhnya “setiap manusia di depan hukum berhak untuk mendapatkan perlindungan dari hukum yang sama tanpa diskriminasi”. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi, akan tetapi kondidinya justru terbalik, rakyat  tidaklagi mendapatkan perlindungan hukum . lantas bagimana dengan bunyi pada pasal-pasal HAM ayat 7 menegaskan penjelasan seperti itu.
    Kami sebagai warga Negara bertanya apakah Tap MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria yang isinya menegaskan bahwa “menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia”  sudah tidak berlaku?
    Lalu dimana lagi rakya harus mengadu dan meminta perlindungan, atas hak-hak mereka sebagai warga Negara? Kami menyesalkan sikap pemerintah, baik itu (DPRD, PEMKOT, PT.KAI, PT Pelindo III, serta pihak Aparat Penegak hukum) yang jelas-jelas mengabaikan salah satu prinsip yang wajib ditegakkan oleh dalam penanganan sengketa agrarian, dan penegakan kasus HAM.
Dengan merujuk pada Tap MPR ini saja, cara-cara yang ditempuh oleh (aparat) Negara, tentu saja menjadi tindakan yang tragis-ironis bahkan lebi pantas SADIS. Sekali lagi, ini adalah bukti, betapa bobroknya implementasi hukum kita, dan betapa masyarakat yang semestinya dilindungi selalu berada dalam posisi tidak berdaya, selalu dipersalahkan, bahkan mereka selalu menjadi pihak yang di korbankan.  
Kami atas nama warga masyarakat hanya meminta hak kami dipenuhi, kepastian hukum tentang tanah yang telah ditempati hingga lebih dari 50 tahun, segera ditetapkan kepemilikanya untuk dimiliki warga. sebab Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) sebenarnya termaksud satu ketentuan akan adanya jaminan bagi setiap warga negara untuk memiliki tanah serta mendapat manfaat dari hasilnya baca (pasal 9 ayat 2).
Jika mengacu pada ketentuan itu dan juga merujuk pada PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah (terutama pasal 2) Badan Pertanahan Nasional (BPN) semestinya dapat menerbitkan dokumen legal (sertifikat) yang dibutuhkan oleh setiap warga negara dengan mekanisme yang mudah.

Perlu diingat secara teori hukum berserta prakteknya, apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan hukum, maka akan  kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip keadilan hukum, sebaiknya tidak jarang  keadilan hukum mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Jika dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka keadilan hukum yang harus diutamakan. Alasanya adalah, bahwa keadilan hukum pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan, sedangkan kepastian hukum lahir dari suatu yang kongkrit.
Untuk itu kami mengajak semua elemen, baik dari warga masyarakat, pemerintahan, aktivis Mahasiswa. Pendamping, serta pihak yang bertanggung jawab tentang masalah ini, untuk bersama-sama menggali nilai-nilai keadilan yang diminta oleh warga Kalimas Baru, tanpa melupakan Fungsi primer dalam hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dan orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain itu nilai keadilan menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Penulis : Ketua DPC GMNI Surabaya M. Ali Shodikin  SH.I  MH. 
tlp 085852456350 
e-mail; dpcgmnikotasurabaya@gmail.com 

0 komentar:

Posting Komentar

DPC GmnI Kota Surabaya © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute