PEMUDA ITU (SEPERTI) APA?
Oleh : Sarinah Fara*
Tua dan muda adalah sebuah kombinasi yang saling melengkapi. Hal ini
semakin dikuatkan dalam statemen the founding father yang berbunyi “Beri aku 10
orang tua maka akan kucabut semeru beserta akarnya, beri aku 10 pemuda maka
akan kuguncangkan dunia”. Kata-kata tersebut bukanlah sekedar slogan, namun
lebih pada konsep peranan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertanyaannya adalah pemuda seperti apa yang berhasil menaklukkan dunia itu?
Dalam sejarah Indonesia ,
gerakan kepemudaan selalu memberikan suntikan energi baru bagi perubahan sosial
dan politik di Indonesia .
Budi Utomo, Serikat Islam, hingga organisasi kemahasiswaan semacam GmnI, PMII,
HMI, KAMMI, dan lain sebagainya adalah contoh konkrit dari perjuangan pemuda-pemuda
Indonesia .
Pemuda berdiri sebagai tokoh utama dalam menciptakan gerakan revolusioner. Mereka
terorganisir menuntut perbaikan yang mensejahterakan. Kampus-kampuspun beralih
peran, tidak sekedar tempat menimba ilmu, tapi juga semakin ramai dengan dinamika
politik. Realitas masyarakat yang begitu kompleks di balik pagar kampus
memanggil pemuda-pemuda itu untuk turut serta dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Musuh terbesar kita hari ini adalah kapitalisme. Kapitalisme menjauhkan
bangsa dari peradabannya, dari ‘identitas’nya sendiri. Kapitalisme merangsang
bangsa untuk tidak berkepribadian. Namun menjadikannya seperti buih laut yang mudah
diombang-ambingkan. Penjajahan semacam inilah yang berakibat fatal bagi bangsa.
Ketika seseorang tidak memiliki dirinya sendiri, ketika seseorang menjauhi
dirinya sendiri, maka yang ada adalah seonggok Negara yang tandus akan
perjuangan, Negara yang dahaga akan kesejahteraan dan kemudian perlahan-lahan
akan mati tanpa namanya.
Musuh kedua kita hari ini adalah fundamentalisme. Fundamentalisme adalah
gerakan keputusasaan yang menghendaki pengembalian kita pada masa lalu. Kita
tak harus menjadi manusia kemarin untuk menjadi lebih baik. Kita tak harus
menyempitkan pandangan dalam satu titik untuk menjadi lebih baik. namun betapa
indahnya jika kacamata yang kita kenakan terbuka dan kita akan melihat dunia.
Kapitalis dan fundamentalis agaknya mulai merasuki relung-relung
kehampaan pemuda dewasa ini. Kapitalis mengantarkan pemuda-pemudi kita menjadi
hedonis, apatis dan kontra terhadap gerakan revolusioner. Budaya-budaya barat
dijunjung setinggi-tingginya, pemikiran-pemikiran berubah aliran dari idealis
menjadi materialistis. Semua mengacu pada sector ekonomi. Sedangkan
fundamentalis memanfaatkan pemuda yang putus asa karena tidak mampu mencapai
kesejahteraan menjadi kelompok pemberontak berjargon agama. Agama dijadikan
alat pemecah belah. Peran agama dibuat sedemikian absurd, kita diajak untuk
kembali ke masa lalu dalam mimpi-mimpi kecil keemasan yang sudah lama berlalu.
Apakah kita terlalu takut untuk menciptakan sejarah kita sendiri sehingga harus
kembali? Apakah kita tidak bisa menghadirkan keemasan itu kembali di hari ini
dan untuk masa depan? Kesenjangan-kesenjangan semacam ini mengakibatkan
beralihnya peran pemuda sebagai benteng bangsa. Pemuda dianggap tak pantas
menjadi perisai.
Pada dasarnya pemuda adalah tonggak perjuangan bangsa. Kemajuan Negara
berdasar dari kualitas pemudanya. Jika sebuah bangsa memiliki pemuda-pemudi
yang tangguh yang mampu menggiring Negara menuju kemapanan dan kesejahteraan.
Akan tetapi sebaliknya jika Negara ditinggalkan pemuda-pemudinya yang lebih
bangga dengan film-film Hollywood dan lebih kuat
dengan gerakan penekan dari aksi-aksi simbolik berdasar agama maka Negara itu
hanya akan ada dalam buku sejarah masa lalu. Namun sekali lagi, pertanyaannya,
bagaimana menciptakan pemuda yang sebenar-benarnya pemuda?
Pertama, pemuda yang mampu menaklukkan dunia adalah pemuda yang
berketuhanan yang maha esa. Kita kembali pada pancasila itu sendiri. Ketuhanan
yang maha esa merupakan hakikat manusia hidup. Jika seseorang meyakini kekuatan
Tuhan dalam kehidupannya, maka yang dihasilkan adalah individu-individu yang
terjaga dari kedzaliman, dari kemunafikan. Agama adalah the right to life,
liberty and the pursuit of happiness. Apabila seseorang kehilangan indera
agamanya, maka ia akan kehilangan fungsi dan pengaruhnya. Pemuda yang beriman
adalah pemuda yang mampu menempatkan diri dengan keteguhan prinsip hidup.
Kedua, adalah pemuda yang berkeadilan dan beradab berdasar prinsip
kemanusiaan. Setelah meneguhkan eksistensi ‘ketuhanan’ dalam jiwa pemuda,
konsep kedua ini menekankan pada aplikasi dari kekuatan agama dalam kehidupan
sosial. pemuda mampu menciptakan keadilan dalam dirinya dan juga dalam
kehidupan masyarakat. pemuda yang berani menjegal kedzaliman. implementasinya
pemuda yang seperti ini akan menebus ketidakberdayaan rakyat dari legitimasi
pemerintahan yang korup, yang tidak berpihak pada rakyat, yang bertele-tele
dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Adil dan beradab dapat dikonsepsikan
sebagai sebab-akibat, jika keadilan mampu ditegakkan setinggi-tingginya maka
yang dicapai adalah langit-langit keberadaban yang meneguhkan kemanusiaan.
Ketiga, adalah konsep pemuda yang bersatu dalam kerangka Indonesia Raya.
Persatuan merupakan azas terpenting dalam menciptakan suatu kombinasi
perjuangan yang kukuh dalam mempertahankan kemerdekaan. Ini juga sesuai yang
terkandung dalam semboyan Negara kita, bhineka tunggal ika. Pemuda yang
menyadari bahwasannya perbedaan adalah keniscayaan dan perbedaan adalah sebuah
dinamisasi yang akan menghasilkan komposisi yang indah adalah pemuda-pemudi
yang memiliki daya juang ideal. Mereka akan bergerak bersama-sama dalam ranahh
yang beragam untuk mencapai keselarasan hidup berbangsa dan bernegara.
Keempat, pemuda yang demokratis, yakni menghargai satu sama lain. tidak
saling menyikut, tidak saling menghancurkan. Pemuda yang demokratis akan
menjunjung azas demokrasi, tentunya yang berdasar atas kerakyatan. Demokrasi
kita hari masih setengah jadi. Jika kita menganalisis pada dasarnya musyawarah
merupakan manifestasi falsafah kebersamaan, bukan sekedar ‘voting’. Namun pada
kenyataannya pemilihan umum sebagai salah satu proses musyawarah tidak
benar-benar tereduksi dalam memilih wakil-wakilnya akan tetapi lebih pada
representasi partai. Begitu juga yang terjadi dalam pemilihan umum sistem
distrik pada masa orde baru, hak rakyat hanya sampai pada pemilihan wakil
rakyat bukan pemimpin. Jika dianalogikan, kita tengah mengenakan pakaian demokrasi
namun jahitannya banyak yang rumpang yang akibatnya lambat laun bangsa kita
akan telanjang dengan sendirinya dari pakaian demokratis yang hendaknya mampu
mengindahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita tengah butuh generasi yang
rindu akan demokrasi yang mapan. Yang kemudian dalam perjuangannya mampu
memperbaiki bangunan demokrasi kita yang rumpang dan sarat akan
kepentingan-kepentingan.
Kelima, pemuda yang memiliki prinsip keadilan sosial. Keadilan sosial
dapat berfungsi sebagai objek dan juga berperan sebagai tujuan. Makna keadilan
berorientasi pada keberadaan yang adil dan sosial adalah sifat dari keberadaan
tersebut. Pemuda yang tinggi jiwa sosialnya adalah ia yang membawa perubahan
besar pada tatanan hidup masyarakat untuk lebih berdikari di bidang
perekonomian dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Pertanyaannya,
dibatas manakah kepancasilaisan kita sebagai pemuda hari ini??
*Ketua Komisariat GmnI FD IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Komisariat Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya
PROFIL
GmnI FAKULTAS
DAKWAH IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel merupakan fakultas yang konsentrasi
keilmuannya adalah ilmu sosial dan komunikasi. Keilmuan-keilmuan inilah yang
menjadikan fakultas dakwah dipandang sebagai fakultas yang berorientasi pada
kemasyarakatan dan ruang lingkupnya. Dengan visi dan misi menjunjung tinggi
nilai-nilai islam, dan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai motor penggerak
perubahan di segala aspek, fakultas dakwah juga menekankan nilai-nilai
kebangsaan dan menolak islam dijadikan alat untuk mengganti ideologi Negara Indonesia
(Seperti yang dikemukakan Dekan Fakultas Dakwah dalam seminar kebangsaan).
Adapun jurusan dan program studi adalah Jurusan Kepenyiaran Islam, Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam, Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Jurusan
Manajemen Dakwah, Progran Studi Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu Psikologi
dan Program Studi Sosiologi.
Sebagai corak baru organisasi kemahasiswaan di Fakultas Dakwah, GmnI berdiri
menghilangkan kesan radikal dalam islam. GmnI juga mengembalikan hakikat bangsa
pada kebangsaannya dengan menekankan nilai-nilai pancasila. GmnI menggodog kaum
nasionalis yang agamis. Dengan jargon sosial yang diusung fakultas dakwah, GmnI
juga menciptakan dunia sosial yang berkeadilan dan berkebangsaan.
GmnI selain dianggap mampu menerjemahkan nilai-nilai pancasila juga
melengkapi makna implisit dari dakwah itu sendiri yakni dakwah yang
memberdayakan (empowerment), dakwah yang membawa perubahan (change), dan dakwah
yang mensejahterakan (welfare). Ketika ketidakberdayaan menghujam masyarakat,
GmnI bersama rakyat terjun di lapangan untuk menyelesaikan bersama-sama
masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Hal ini dibuktikan dengan beberapa program kerja dari komisariat fakultas
dakwah yang banyak berorientasi di dunia sosial. komisariat fakultas dakwah,
fakultas syariah dan komisariat fisip unair bekerja sama menggalang dana untuk
acara bakti sosial di perkampungan nelayan Sidoarjo sekaligus mencanangkan program
pemberdayaan masyarakat. membangun sekolah-sekolah rakyat di pinggiran kota Surabaya ,
turut mengontrol kebijakan pemerintah dengan aksi demonstrasi dan lain
sebagainya.
Komisariat
Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar