selamat atas terselenggaranya konfercab dpc gmni kota surabaya pada tanggal 21 sampai 22 maret 2014, dan selamat atas terpilihnya bung jatayu kresnatama sebagai ketua dpc gmni kota surabaya periode 2014-2016 dan bung dendy sebagai sekretaris. semoga amanah dalam kemimpinan beliau yang kemudian dapat membawa dpc gmni kota surabaya ke arah yang lebih baik dan dapat membangkitkan gerakan di surabaya khususnya.
Merdeka !!!
cp : jatayu : 081330992486
About Me
- DPC GmnI Kota Surabaya
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
Followers
Mengenai Saya
Site info
Kamis, 10 April 2014
Minggu, 29 Desember 2013
Tulang Punggung Bagi Organisasi
Kaderi sasi Merupakan tulang punggung bagi setiap organisasi pergerakan manapu karena pada hakekatnya kaderisasi merupakan pintu gerbang setiap organisasi dalam meneruskan perjuangan-perjuangan ideologi agar tetap lestari didalam setiap period peradaban. Bersamaan dengan itu kita dihadapkan dengan semakin melesatnya keadaa jaman yang semakin berkembang secara dahsyat diberbagai lini kehidupan. Untuk itula revitalisasi terhadap sistem dan proses kaderisasi di GMNI menjadi penting dan menja perhatian kita bersama untuk dilakuakan perbaruan sehingga menciptakan kader yang mampu adaptif terhadap perkembangan tersebut.
Penyempumaan sistem baku kaderisasi ini dimaksudkan agar bentuk pelaksaan terhadap pembobotan kader menjadi lebih relevan dalai menjawab tantangan zaman namun tetap berpegang pada dasar-dasar ideologi. Dalam prose menuju pada perumusan suatu sistem sebagaimana yang disebutkan di atas, studi perbandingan terhadap berbagai sistem kaderisasi menjadi kebutuhan penting bagi GMNI agar nantinya dapat melakukan penelaahan dan penyesuaian-penyesuaian yang terara dengan khittah dan fitrah GMNI sebagai organisasi perjuangan sekaligus terminal kader.
Dalarn rangka pemenuhan kebutuhan tersebut, GMNI akan melaksanakan Dikilat Kaderisasi ditingkat regional yang bertujuan untuk menata ulang sistem kaderisasi agar lebi relevan, dan diharapkan dengan terselenggaranya kegiatan ini GMNI kota Surabaya sebagi organisasi kader mampu menerapkan merumuskan sistem kaderisasi yang lehih relevan untuk melahirka kader-kader bangsa yang Progresif-Revol usioner dalam mengaktual isasikan cita-cita perjuangan mewujudkan sosialisme Indonesia yang berdasarkan marhaenisme.
Upaya mewujudkan kebutuhan organisasi tersebut adalah dengan mencoba menerapkan memformulasi silabus kaderisasi dengan harapan bahwa silabus kaderisasi ini akan menjadi tolok ukur da acuan dalam proses pengkaderan secara teoritis disemua cabang GMNI seluruli Indonesia. Namun kami sadari bahwa silabus yang diformulasikan oleh Presidium bukanlah rumusan yang absolut dan sempurna, tentunya masih banyak kekurangan yang perlu ditamhahkan dan menjadi masukan guna menyempurnakan sehingga dapat menjadi mencetak kader yang representatil dan dapat menjawab tantangan GMNI saat ini dan masa depan.
Penyempumaan sistem baku kaderisasi ini dimaksudkan agar bentuk pelaksaan terhadap pembobotan kader menjadi lebih relevan dalai menjawab tantangan zaman namun tetap berpegang pada dasar-dasar ideologi. Dalam prose menuju pada perumusan suatu sistem sebagaimana yang disebutkan di atas, studi perbandingan terhadap berbagai sistem kaderisasi menjadi kebutuhan penting bagi GMNI agar nantinya dapat melakukan penelaahan dan penyesuaian-penyesuaian yang terara dengan khittah dan fitrah GMNI sebagai organisasi perjuangan sekaligus terminal kader.
Dalarn rangka pemenuhan kebutuhan tersebut, GMNI akan melaksanakan Dikilat Kaderisasi ditingkat regional yang bertujuan untuk menata ulang sistem kaderisasi agar lebi relevan, dan diharapkan dengan terselenggaranya kegiatan ini GMNI kota Surabaya sebagi organisasi kader mampu menerapkan merumuskan sistem kaderisasi yang lehih relevan untuk melahirka kader-kader bangsa yang Progresif-Revol usioner dalam mengaktual isasikan cita-cita perjuangan mewujudkan sosialisme Indonesia yang berdasarkan marhaenisme.
Upaya mewujudkan kebutuhan organisasi tersebut adalah dengan mencoba menerapkan memformulasi silabus kaderisasi dengan harapan bahwa silabus kaderisasi ini akan menjadi tolok ukur da acuan dalam proses pengkaderan secara teoritis disemua cabang GMNI seluruli Indonesia. Namun kami sadari bahwa silabus yang diformulasikan oleh Presidium bukanlah rumusan yang absolut dan sempurna, tentunya masih banyak kekurangan yang perlu ditamhahkan dan menjadi masukan guna menyempurnakan sehingga dapat menjadi mencetak kader yang representatil dan dapat menjawab tantangan GMNI saat ini dan masa depan.
Pada prinsipnya dalam agenda kaderisasi yang nantinya dilaksanakan, kami selaku Dewan Pimpinan Cabang berusaha untuk mensinergiskan antara perangkat kaderisasi baik landasan materi, narasumber atau guru kader dan waktu yang cukup dan efektif dalam melaksanakan proses pengakderan, disamping metodologi dalam penyampaian materi, pada saat kaderisasi juga menjadi hal yang perlu diperhatikan baik itu formal maupun non formal.
Keberhasilan dalam setiap kaderisasi harus dapat terukur sehingga terdapat perbedaan mendasar antara kader yang sudah melaksanakan kaderisasi pada jenjang yang berbeda, karena tantangan dalam kaderisasi adalah bagaimana menciptakan output kader-kader GMNI yang terarah dan memiliki keberpihakan yang sama sebagai upaya aksiologi terhadap ideologi.
Selain pembobotan terhadap tataran material kaderisasi secara teoritis dalam setiap proses kaderisasi yang menjadi penting pula adalah bangunan kontrol terhadap jalannya kaderisasi. Kesadaran awal terhadap pentingnya sistem kaderisasi dengan bobot materi yang sesuai dengan fitrah ideologi dan perkembangan kekinan harus selalu beijalan lurus baik dengan proses yang sesuai maupun pasca proses kaderisasi dilakukan. Hal ini harus dilakukan sebagai fungsi kontrol terhadap peningkatan kapasitas kader-kader GMNI setiap periode bukan hanya pada tataran kuantitas namun juga pada tataran kualitas kader, sehingga kader GMNI nantinya akan melahirkan sekelompok masyarakat yang berpernahanlafl ideologi kuat namun juga mampu adaptif terhadap perkembangan jaman.
Berangkat dari gagasan diatas kami sebagai generasi muda yang tergabung dalam sebuah wadah organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Surabaya, telah melakukan penyadaran, pemahaman, dan penyikapan solutif yang mampu menjawab atas tantangan zaman.
Keberhasilan dalam setiap kaderisasi harus dapat terukur sehingga terdapat perbedaan mendasar antara kader yang sudah melaksanakan kaderisasi pada jenjang yang berbeda, karena tantangan dalam kaderisasi adalah bagaimana menciptakan output kader-kader GMNI yang terarah dan memiliki keberpihakan yang sama sebagai upaya aksiologi terhadap ideologi.
Selain pembobotan terhadap tataran material kaderisasi secara teoritis dalam setiap proses kaderisasi yang menjadi penting pula adalah bangunan kontrol terhadap jalannya kaderisasi. Kesadaran awal terhadap pentingnya sistem kaderisasi dengan bobot materi yang sesuai dengan fitrah ideologi dan perkembangan kekinan harus selalu beijalan lurus baik dengan proses yang sesuai maupun pasca proses kaderisasi dilakukan. Hal ini harus dilakukan sebagai fungsi kontrol terhadap peningkatan kapasitas kader-kader GMNI setiap periode bukan hanya pada tataran kuantitas namun juga pada tataran kualitas kader, sehingga kader GMNI nantinya akan melahirkan sekelompok masyarakat yang berpernahanlafl ideologi kuat namun juga mampu adaptif terhadap perkembangan jaman.
Berangkat dari gagasan diatas kami sebagai generasi muda yang tergabung dalam sebuah wadah organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Surabaya, telah melakukan penyadaran, pemahaman, dan penyikapan solutif yang mampu menjawab atas tantangan zaman.
Penulis : Prabu Ali Airlangga Ketua GmnI Surabaya
Label:
KADERISASI
Sabtu, 28 Desember 2013
AIR MATA KALIMAS
Anjing-anjing lapar itu menggonggong kekenyangan
walau yang dimakan kelak mengandung penyakit rabies.
Karena takut anjing itu makan daging yang segar
tuan-tuannya yang serakah sering mengikatnya direl kereta.
Oh anjing berbulu coklat,warnamu akan memudar
seiring nafasmu yang bau kentut karena daging yang kau makan
sudah terkontaminasi dipeti kemas dipelabuhan.
Aku kasihan melihat nasibmu anjing
sekalli-kali berkacala lah dikalimas yang airnya sebening kaca
kupastikan airmatamu pasti mengalir disana (Hasanudin)
Sengketa agraria pada umumnya merupakan konflik laten. Pihak-pihak yang bersengketa, sebagian besar dilatarbelakangi kepentingan ekonomi dan politik. Sudah saatnya konflik berkepanjangan warga Kalimas Baru dengan PT KAI dan PT Pelindo III diakhir, publikpun kini semakin yakin, terjadinya konflik yang berlarut-larut mempertegas bahwa, pihak-pihak yang terlibat didalamnya sengketa ini justru kerap bersekongkol dengan para pemilik modal. Takkala kerusuhan meledak pada tragedy 17 Desember 2013, lagi-lagi rakyatlah yang kerap menanggung akibat yang paling berat. Bahkan tidak menutup kemungkinan kondisi ini akan menjalar ke wilayah-wilayah yang lain.
Disaat warga sedang berupaya untuk memertahankan hak-haknya, tiba-tiba ribuan aparat kepolisian bersenjata lengkap bersama para preman-preman, diperintahkan agar mengamankan jalanya eksekusi, rumah warga. yang diperintahkan oleh PT KAI, dimana mereka semua menjadi budak-budak para investor dengan target memuluskan nafsunya untuk merampas tanah warga kalimas baru.
Sesungguhnya “setiap manusia di depan hukum berhak untuk mendapatkan perlindungan dari hukum yang sama tanpa diskriminasi”. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi, akan tetapi kondidinya justru terbalik, rakyat tidaklagi mendapatkan perlindungan hukum . lantas bagimana dengan bunyi pada pasal-pasal HAM ayat 7 menegaskan penjelasan seperti itu.
Kami sebagai warga Negara bertanya apakah Tap MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria yang isinya menegaskan bahwa “menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia” sudah tidak berlaku?
Lalu dimana lagi rakya harus mengadu dan meminta perlindungan, atas hak-hak mereka sebagai warga Negara? Kami menyesalkan sikap pemerintah, baik itu (DPRD, PEMKOT, PT.KAI, PT Pelindo III, serta pihak Aparat Penegak hukum) yang jelas-jelas mengabaikan salah satu prinsip yang wajib ditegakkan oleh dalam penanganan sengketa agrarian, dan penegakan kasus HAM.
Dengan merujuk pada Tap MPR ini saja, cara-cara yang ditempuh oleh (aparat) Negara, tentu saja menjadi tindakan yang tragis-ironis bahkan lebi pantas SADIS. Sekali lagi, ini adalah bukti, betapa bobroknya implementasi hukum kita, dan betapa masyarakat yang semestinya dilindungi selalu berada dalam posisi tidak berdaya, selalu dipersalahkan, bahkan mereka selalu menjadi pihak yang di korbankan.
Kami atas nama warga masyarakat hanya meminta hak kami dipenuhi, kepastian hukum tentang tanah yang telah ditempati hingga lebih dari 50 tahun, segera ditetapkan kepemilikanya untuk dimiliki warga. sebab Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) sebenarnya termaksud satu ketentuan akan adanya jaminan bagi setiap warga negara untuk memiliki tanah serta mendapat manfaat dari hasilnya baca (pasal 9 ayat 2).
Jika mengacu pada ketentuan itu dan juga merujuk pada PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah (terutama pasal 2) Badan Pertanahan Nasional (BPN) semestinya dapat menerbitkan dokumen legal (sertifikat) yang dibutuhkan oleh setiap warga negara dengan mekanisme yang mudah.
Perlu diingat secara teori hukum berserta prakteknya, apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan hukum, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip-prinsip keadilan hukum, sebaiknya tidak jarang keadilan hukum mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Jika dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, maka keadilan hukum yang harus diutamakan. Alasanya adalah, bahwa keadilan hukum pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan, sedangkan kepastian hukum lahir dari suatu yang kongkrit.
Untuk itu kami mengajak semua elemen, baik dari warga masyarakat, pemerintahan, aktivis Mahasiswa. Pendamping, serta pihak yang bertanggung jawab tentang masalah ini, untuk bersama-sama menggali nilai-nilai keadilan yang diminta oleh warga Kalimas Baru, tanpa melupakan Fungsi primer dalam hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dan orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain itu nilai keadilan menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Penulis : Ketua DPC GMNI Surabaya M. Ali Shodikin SH.I MH.
tlp 085852456350
e-mail; dpcgmnikotasurabaya@gmail.com
Selasa, 16 April 2013
Gagasan memperingati hari Kartini tanggal 21 April.
Setiap memperingati hari Kartini tanggal 21
April selalu terlintas dalam benak kita tentang
nasib kaum wanita zaman dahulu. Di tanah air kita mengenal pahlawan-pahlawan
wanita yang dengan gigih berjuang untuk menegakkan kemerdekaan. Sebut saja Nyi
Ageng Serang, Cut Nyak Dien dengan semangat jihad mereka berjuang mengusir
kompeni yang menduduki bumi Nusantara. Walau harus mengorbankan nyawa mereka
tetap tak gentar membela dan memperjuangkan kemerdekaan tanah air dan bangsa.
Di samping kedua tokoh tersebut nama Dewi Sartika dan R.A. Kartini tercatat
sebagai tokoh wanita yang memperjuangkan hak-hak kaum wanita dalam mengenyam
pendidikan.
Hak-hak kaum wanita
untuk memperluas pengetahuan dan menduduki bangku sekolah waktu itu tidak
mereka dapatkan terutama bagi penduduk pribumi yang miskin. Cita-cita luhur
yang dilakukan dengan perbuatan nyata dalam membebaskan kaum wanita dan
memperjuangkan mereka memperoleh hak yang sama dengan kaum pria akhirnya
membuahkan hasil tetapi juga disertai dengan pengorbanan yang tak sedikit. Mereka itu adalah para ibu yang juga
merupakan pejuang.
Peran kaum wanita sekarang ini boleh dibilang
sejajar dengan kaum pria. Tak lagi hanya berkutat pada dapur, sumur dan kasur.
Untuk urusan-urusan tertentu seperti urusan sosial kemasyarakatan, kesehatan
maupun kemanusiaan bahkan sampai dalam bidang politik dan kenegaraan pun kaum
wanita sudah ada yang berkecimpung di dalamnya. Memang, jika kita saksikan
kemampuan kaum wanita zaman sekarang sudah lebih berkembang di berbagai bidang.
Kaum wanita mempunyai
kebebasan yang luas dalam menuntut ilmu, bebas menentukan langkah-langkahnya
dalam mencapai cita-cita, bebas mengambil peran di masyarakat dan bebas
berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai bidang. Karena mempunyai hak yang sama maka tak ada
salahnya jika kaum wanita turut serta berpartisipasi dalam mengisi pembangunan.
Sudah bukan saatnya jika kaum wanita hanya membicarakan masalah seputar hak-hak
mereka saja di mata kaum pria. Semestinya kaum wanita lebih memfokuskan diri pada
hal-hal atau perbuatan nyata, dengan aktivitas yang bermanfaat dan memberikan
hasil yang patut diacungi jempol. Tidak hanya ngerumpi di sana sini dengan
membicarakan hal-hal yang tiada bermanfaat.
Kaum wanita
harus mampu mengambil perannya masing-masing dengan ilmu pengetahuan dan
kemampuan yang dimilikinya. Gagasan Sarinah adalah gerakan perempuan yang tidak
berorientasi pada hak kesamaan seperti laki-laki, tapi bersama-sama mewujudkan
Indonesia yang adil dan sejahtera.
Pemikiran Soekarno pada buku Sarinah yang
relevan dengan perempuan abad 21. Adalah soal keluarga patriarki yang tidak menindas
perempuan, serta evolusi menuju gerakan sosialis untuk solusi masalah
kapitalisme yang menyiksa perempuan sebagai ibu dan tenaga kerja,"
katanya.
Dearah sekarang, kami menyoroti peran dan posisi perempuan dalam agama yang sering ditafsirkan saling berhadapan.
Musuh perempuan sesungguhnya adalah penafsiran agama yang bias gender dan tidak
ramah perempuan, bukan agama itu sendiri. Letak
masalahnya dalam realitas sosial, penafsiran agama tersebut sering diperlakukan
sebagai sesuatu yang sakral, bahkan lebih sakral dari kitab suci.
Sejarah perempuan dari zaman purba sampai
sekarang diceritakan dalam buku sarinah karangan Ir. Soekarno presiden pertama
republik Indonesia. Dari masa kejayaan perempuan sampai kisah-kisah tragis yang
dialami perempuan. Pada zaman dahulu perempuan sempat berjaya
dalam kata lain perempuan menjadi tokoh sentral dalam memainkan kisah kehidupan
yang dijalani manusia.
Perempuan adalah orang pertama yang membuat
kerajinan atau menciptakan kegiatan produksi seperti menenun kain, membuat
perkakas rumah tangga dsb. Orang pertama yang berkebun dan menciptakan kegiatan
pertanian serta berternak, serta yang pertama-tama membuat konsep tempat
tinggal yang menetap dengan tinggal di dalam rumah. Saking pentingnya peran
perempuan maka lahirlah system sosial “matrenialisme”.
Namun karena sifat lelaki yang tidak mau
kalah dari perempuan, serta hasil dari perburuan semakin sedikit, maka semua
peran penting perempuan diambil alih oleh kaum adam. Setelah lelaki menguasai
semua pekerjaan, seperti berternak dan pertanian maka lelaki memandang dirinya
sebagai penguasa dan perempuan hanya dipandang sebagai “benda” atau “milik”
yang fungsinya hanya sebagai benda atau alat yang digunakan untuk kepentingan
kaum adam, atau hanya sebagai hiasan atau juga sebagai lambang kekuasaan dan
kekayaan.
Begitu rendahnya harga perempuan menjadikan peran
perempuan hanya sebagai budak bahkan dalam buku ini menyebutkan bahwa “perempuan
adalah budak sebelum adanya perbudakan”. Pada Zaman Jahiliyah di Timur Tengah
orang-orang malu mempunyai anak perempuan bahkan dengan tega membunuh bayi-bayi
perempuan yang lahir. Mereka
menganggap bayi-bayi perempuan tersebut tidak berguna dan nyawanya sangat tidak berguna. Maka dari
itu sebenarnya Islam datang untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan
dalam kedudukannya di masyarakat, akan tetapi banyak juga yang tidak mengerti
dan mengkaburkan ajaran atau nilai Islam tentang perempuan.
Pada akhirnya kita lihat
dewasa ini jarang sekali perempuan yang mempunyai kedudukan atau yang
menyumbangkan usaha atau intelektualitasnya untuk kemajuan serta kesejahteraan
manusia. Perempuan hanya mengandalkan wajah,
tubuh serta kecantikannya untuk mencapai posisi penting dalam masyarakat bukan
dari hasil usaha kerja keras dan intelektualitas sebagai mahluk yang
berperadaban. Peran perempuan hanya sebagai seorang istri atau seorang ibu yang
hanya mengurus kehidupan rumah tangga keluarga, aktivitas perempuan hanya
mematut-matut diri, menghias diri dan menunggu seorang lelaki yang datang untuk
melamarnya. Seberapa pun tinggi pendidikan
dan pengetahuan perempuan kemudian semua itu berhenti dan mati setelah
pernikahan dan masuk dalam kehidupan rumah tangga, sangat sedikit sekali
perempuan yang berkembang dan maju dalam kehidupannya.
Begitu banyaknya eksploitasi terhadap
perempuan mulai dari kekerasan, pelecahan seksual, perbudakan, bahkan sampai
kasus perjual-belian manusia (Trafficking) menambah daftar ketidak-adilan
terhadap perempuan. Padahal peran penting perempuan
dalam kehidupan sehari-hari atau dalam bernegara sangatlah penting. Juga dalam
kehidupan seorang lelaki juga sangat penting, berapa banyak lelaki atau Negara
yang hancur karena hanya seorang perempuan, dan berapa banyak lelaki atau
Negara yang Berjaya karena seorang perempuan.
Dalam
kenyataanya kepandaian intelektualitas perempuan tidak berbeda dengan lelaki.
Banyak sekali perempuan-perempuan yang pandai dan mempunyai otak yang cemerlang
serta banyak sekali perempuan yang mempunyai kreatifitas-kreatifitas bahkan
semua itu ada yang mengungguli dari lelaki.
Berangkat dari gagasan
diatas kami sebagai generasi muda yang tergabung dalam sebuah wadah organisasi
GERAKAN MAHASISWA NASIONAL INDONESIA (GMNI) Kota surabaya, bermaksud untuk
melakukan penyadaran, pemahaman, dan penyikapan solutif yang mampu menjawab
atas tantangan zaman. Sehingga kami bermaksud untuk menyelenggarakan kegiatan
yang akan kami sampaikan sebagaimana berikut :
I.
NAMA DAN THEMA KEGIATAN
A. Nama
Kegiatan
Kegiatan ini
bernama “Seminar Kebangsaan” yang mana kegiatan ini kami
selenggarakan dan kami sesuaikan dengan situasi dan kondisi permasalahan yang
ada dimasyarakat khususnya Sarinah.
B. Tema
Kegiatan
Sedangkan
kegiatan ini kami beri tema:
“Reposisi Gerakan
Sarinah Dalam Perjuangan Membangun Bangsa”.
Rabu, 13 Februari 2013
Pemberontakan di atas kertas
Info agenda.
1. Sosialisasi Kongres GMNI
2. Diskusi rutin.
Tema : Pemberontakan di atas kertas
Waktu : Sabtu 16-02-2013
Pukul : 19.00
Tempat : kantor DPC GMNI SURABAYA
.............................. ...........................Moh on disebarkan kepada semua kader
Materi
1. Sosialisasi Kongres GMNI
2. Diskusi rutin.
Tema : Pemberontakan di atas kertas
Waktu : Sabtu 16-02-2013
Pukul : 19.00
Tempat : kantor DPC GMNI SURABAYA
..............................
Materi
Kartini
bisa dibilang sebagai sosok fenomenal pada zamannya. Sebagai priyayi trah Jawa
berdarah biru, pandangan dan pemikirannya jauh melampaui batas dimensi
feodalistik yang masih begitu kuat membelenggu sekat-sekat kehidupan perempuan
bangsawan. Ia tak pernah berhenti melakukan sebuah “pemberontakan” pemikiran
terhadap atmosfer aristokrat yang menelikungnya.
Kartini“Pemberontakan”
pemikiran itu disampaikan melalui berbagai surat kepada sahabatnya, Abendanon,
di negeri Belanda. Kartini mengkritisi kondisi sosial-budaya Jawa pada saat itu
yang dinilai membuat ruang gerak kaum perempuan pribumi kian tak berdaya. Sebagian
besar suratnya mengekspresikan keluhan dan gugatan, khususnya menyangkut budaya
Jawa yang dianggap sebagai penghambat dan belenggu kemajuan perempuan. Kartini
memimpikan kehidupan kaum perempuan Jawa yang memiliki kebebasan dalam belajar
dan menuntut ilmu. Ia juga menulis tentang ide dan cita-citanya atas dasar
Religieusiteit, Wijsheid, en Schoonheid (Ketuhanan, Kebijaksanaan, dan
Keindahan), yang dikombinasikan dengan Humanitarianisme (perikemanusiaan) dan
Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat
Kartini juga menyatakan harapan agar dirinya bisa seperti kaum muda Eropa,
terbebas dari kungkungan penderitaan akibat belenggu adat dan tradisi yang
membuat kaum perempuan Jawa tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus
dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, atau harus bersedia
dimadu. Bahkan, Kartini secara kritis juga mengungkapkan kegelisahannya
terhadap masalah agama ketika kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan,
tetapi tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan
bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan
manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti.
“…Agama harus menjaga kita daripada berbuat
dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…”,
keluhnya. Ia juga mempertanyakan tentang agama yang dijadikan sebagai media
pembenaran kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah
penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
KartiniBegitulah
sekelumit pandangan progresif Kartini di tengah situasi feodalistik yang
membelenggu kebebasan kaum perempuan Jawa dalam mendapatkan kehidupan yang jauh
lebih terhormat dan bermartabat. Di alam keabadiannya, mungkin Kartini sudah
bisa tersenyum dan bernapas lega bahwa sebagian mimpi, harapan, pemikiran, dan
cita-citanya, sudah bisa terwujud. Setidaknya, kini tak ada lagi belenggu yang
membatasi ruang gerak kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya di bidang
pendidikan, ekonomi, dan politik.
Di
bidang pendidikan, kesetaraan gender sudah menjadi “mainstraim” kebijakan yang
akan terus berkembang secara dinamis seiring dengan gerak dan dinamika
peradaban. Tak ada lagi pelabelan bahwa kaum perempuan hanya sekadar “kanca
wingking”, “swarga nunut neraka katut”, “yen awan dadi theklek yen bengi dadi
lemek”. Di bidang ekonomi, lapangan pekerjaan juga begitu terbuka dalam
memberikan ruang gerak kepada kaum perempuan. Sektor dan ruang-ruang publik
sudah banyak diakses kaum perempuan, bahkan tak jarang yang memegang posisi
kunci dalam pengambilan keputusan. Yang mencengangkan, jelas dinamika politik
yang sudah demikian akomodatif dalam menyerap geliat kaum perempuan yang ingin
terjun dalam pertarungan politik, meski dalam aroma yang demikian kompetitif
dan sarat konflik. Bahkan, di sebuah daerah, sepasang suami-istri bersaing
untuk memperebutkan kursi I sebagai bupati di daerah yang bersangkutan.
Meski
demikian, tidak lantas berarti semua pemikiran dan gagasan Kartini sudah bisa
sepenuhnya terwujud, meski zaman sudah melintasi banyak fase yang menyejarah.
Kegelisahan Kartini tentang soal agama, misalnya, masih banyak ditemukan kasus
kekerasan berkedok agama, merasa paling benar, bahkan jika perlu mengkafirkan
kelompok lain yang dianggap tidak sepaham. Demikian juga keresahan Kartini soal
poligami. Tak sedikit kaum perempuan yang harus menjadi korban “keliaran” nafsu
kaum lelaki, bahkan kekerasan dalam rumah tangga pun bagaikan fenomena gunung
es.
Gelagat
yang tak kalah menyedihkan juga munculnya pola penghormatan terhadap pemikiran
Kartini yang lebih cenderung seremonial belaka. Akibat penafsiran yang keliru,
Kartini selalu terstigmatisasi melalui simbol pakaian adat atau lomba memasak.
Jelas, ini sebuah penafsiran yang naif. Hal itu tampak pada setiap kali moment
peringatan Hari Kartini yang selalu dimeriahkan dengan peragaan busana adat
atau lomba memasak. Meski aksi semacam ini tidak dilarang, tetapi dikawatirkan
akan memberikan dampak stigma terhadap sosok Kartini secara berkepanjangan.
Muncul sebuah pencitraan keliru seolah-olah Kartini hendak membudayakan nilai
dan semangat primordialisme sekaligus mengagungkan nilai konsumtivisme melalui
tata boga. Padahal, sejatinya justru Kartini ingin keluar dari nilai-nilai
primordialisme sempit yang bisa membelenggu ruang gerak kaum perempuan dalam
mendapatkan kesetaraan kedudukan dan perannya di berbagai sektor kehidupan.
Semangat
“pemberontakan” dan pemikiran Kartini idealnya memang tak cukup hanya dikenang
secara simbolik dan seremonial setiap tanggal 21 April. Akan tetapi, lebih dari
itu, nilai-nilai kepeloporan dan kejuangan Kartini yang telah menyejarah dari
generasi ke generasi perlu terus diaplikasikan secara riil di berbagai ranah
dan lini dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikian, kaum laki-laki dan
perempuan bisa bersinergi dalam kesetaraan peran dan posisi, baik dalam ranah
domestik maupun publik, sehingga akan terwujud tatanan peradaban yang mulia,
terhormat, dan bermartabat.
Sumber
http://sawali.info/2010/04/20/penafsiran-naif-terhadap-gagasan
Kamis, 08 November 2012
Jaringan Mahasiswa Pejuang (JMP) Surabaya, Menggelorakan Spirit Perjuangan Pemuda
(Surabaya 9/11) Memperingati hari
pahlawan 10 november, tidak pernah dilepaskan dari kota Surabaya yang memiliki
ikon sebagai kota pahlawan itu sendiri. Namun heroisme kota pahlawan kini
seolah redup di bayang-bayangi perayaan glamour yang bahkan sering
menghilangkan esensi kepahlawanan. Padahal sejatinya memperingati Hari
Pahlawan merupakan salah satu upaya pelestarian sejarah bangsa, seperti halnya
mendirikan monumen dan museum. Bedanya, pelestarian ini dalam wujud sikap dan
tindakan, sedangkan monumen dan museum lebih ke dalam bentuk benda-benda
peninggalan sejarahnya.
Lebih lanjut Dalam hiruk pikuk
Surabaya yang semakin padat, kini mulai kehilangan identitas
kepahlawanannya. Sendi kehidupan masyarakat cenderung dihiasi gemerlap
kapitalisme hingga menutup mata masyarakat terhadap perjuangan arek-arek
suroboyo tempo dulu. Bahkan bisa jadi mereka yang berperan atas peristiwa
perobekan bendera merah putih biru menjadi merah putih di hotel Yamato kini
menjadi veteran tua yang diabaikan, bukan hanya pemerintah tapi oleh masyarakat
sekitar yang tanpa sadar telah menikmati jasanya.
Ketika identitas kepahlawanan
kota Surabaya dan pejuang Surabaya dipinggirkan, harusnya kita mulai sadar akan
pentingnya keberadaan Surabaya yang 67 tahun lalu dan kini. menjadi medan laga
pertempuran fenomenal diperang dunia II, karena di tangan arek-arek surabayalah
untuk pertama dan terakhir kalinya jenderal sekutu tewas dalam pertempuran
selama perang dunia II. Hingga kemudian menyulut kemarahan pasukan sekutu yang
selanjutnya pada 10 November 1945 membombardir rakyat Surabaya karena
bersikeras untuk jihad membela kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia.
Kini bukti-bukti sejarah heroisme
mulai memudar berganti dengan bukti cengkeraman kapitilisme yang diejawantahkan
sebagai gedung pencakar langit Surabaya. Harusnya pemerintah mulai
memperhatikan dan memberi alokasi kusus guna melestarikan budaya heroisme
dengan menjaga bukti-bukti ontentiknya yang berupa gedung-gedung bersejarah
yang akhirnya menjadi “pepiling” akan betapa ksatriyanya arek-arek suroboyo.
Maka dari itu, melalui tema 10
Nopember 1945 Sebagai Spirit Perjuangan Pemuda, kami dari Jaringan Mahasiswa
Pejuang Surabaya yang terdiri dari GMNI, PMII, GMKI, PMKRI, HMI dan LMND pada 9
nopember 2012 di Jembatan Merah Surabaya, berupaya mengajak masyarakat dan
pemerintah untuk tidak lupa akan pahit getirnya sejarah, sehingga melalui
pelajaran dari lembaran yang termaktub didalamnya kita bisa menemukan spirit
yang dapat menggairahkan kita untuk sadar memperjuangkan bangsa. Acara yang
juga disisi dengan menyalakan Seribu Lilin Kepahlawanan ini juga merekomendasikan
poin-poin berikut:
1. Pemerintah
saatnya lebih memperhatikan kehidupan dan kesejahteraan para Veteran yang tak
lain adalah pelaku sejarah fenomenal kota Surabaya.
2. Pemerintah Pusat
sudah seharusnya memberi Dana Alokasi Khusus (DAK) guna pelestarian Cagar
Budaya Kota Pahlawan yang merupakan saksi bisu heroisme Surabaya.
3. Mengusulkan agar
ikon kota pahlawan Surabaya bukan hanya pemanis bibir, malainkan merealisasikan
Surabaya sebagai kota sejarah. Mengingat terdapat berbagai pristiwa sejarah
penting Indonesia terjadi di kota Surabaya
Minggu, 28 Oktober 2012
Peringatan 84 Tahun Sumpah Pemuda, Suatu Refleksi Kritis Aktifis Kota Pahlawan
Surabaya minggu
(28/10/2012). Puluhan Aktifis kota pahlawan yang tergabung dalam
kelompok cipayung diantaranya GMNI, PMII, GMKI, HMI, bersama Liga
Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menggelar orasi di depan
taman Bungkul Surabaya, Mereka mempringati 84 tahun Hari Sumpah Pemuda.
Selain membawa sejumlah bender...
Selain membawa sejumlah bender...
a organisasi mereka juga membentangkan poster
berisikan harapan kepada semua masyarakat hususnya para generasi muada.
Kordinator lapangan dipimpin oleh Johanes Karel Kasihiuw Ketua LMND
Surabaya.
“Kuatnya arus globalisasi yang digawangi oleh negara-negara maju, telah menimbulkan banyak perubahan karakter pemuda. Perubahan tersebut tidak hanya merubah sistem ekonomi, system pendidikan, tetapi juga menggerogoti sendi-sendi kebudayaan bahkan mengikis jati diri bangsa. Untuk itulah kita semua patut untuk menguatkan kembali identitas kearifan local sebagai benteng pemuda dalam menghadapi arus globalisasi. Ungkap M. Ali Shodikin ketua GMNI Surabaya.
Didalam memaknai arti Sumpah Pemuda, Ali Shodikin lelaki yang bias dipangil Prabu Ali menjelaskan “Sudah saatnya pemuda berperan dalam proses pengambilan kebijakan karena hari esok adalah milik mereka para pemuda generasi penerus bangsa.
Lanjut lelaki yang memakai jas merah “kedepan pemuda harus berani menjadi aktor dalam proses pengambilan kebijakan, pemuda harus berani mengambil langkah sebagai Official actors”. Official actors adalah mereka yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan publik melalui status atau kewajiban konstitusionalnya. Tegas ketua GMNI Surabaya.
Sambung Johanes Karel Kasihiuw “Kompas yang harus dijadikan panduan dalam mengelola bangsa dan negara ini, siapapun yang memimpin. Negara harus menjadi motivator dan penggerak segenap lapisan tanpa meninggalkan kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul sesuai amanat pembukaan UUD 1945. katanya
Pandangan yang hampirsama disampaikan oleh Januar S Kaimuddin, menurut dia begitu banyak tantangan yang harus kita taklukkan didalam mengisi kemerdekaan yang telah diwariskan oleh para pejuang terdahulu. "Bangsa dan Republik ini adalah hasil jerih payah perjuangan masyarakat daerah yang saat itu memiliki kesamaan nasib, kesamaan sejarah, dan kesamaan cita-cita untuk hidup bersatu,". Jelas lelaki yang menduduki jabatan ketua umum HMI cabang Surabaya
Setelah berorasi kurang lebih dua jam, refleksi Sumpah Pemuda ini kemudian diakhiri dengan melakukan konvoi bersama dari Jl. Darmo menuju Makam WR Soepratman. Mereka satu persatu melakukan tabur bunga diatas pusaran Pahlawan Nasiona pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Kami sengaja melakukan puncak perayan hari supah pemuda kali ini di makam WR Soepratman, sebab beliau adalah salah seorang yang berjasa serta mempunyai peran yang sangat penting didalam konres Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.” Untuk itu ita sebagai generasi muda jangan sekali-kali melupakan sejarah papar Mohammad Khusnyaini selaku ketua cabang PMII Surabaya.[al]
“Kuatnya arus globalisasi yang digawangi oleh negara-negara maju, telah menimbulkan banyak perubahan karakter pemuda. Perubahan tersebut tidak hanya merubah sistem ekonomi, system pendidikan, tetapi juga menggerogoti sendi-sendi kebudayaan bahkan mengikis jati diri bangsa. Untuk itulah kita semua patut untuk menguatkan kembali identitas kearifan local sebagai benteng pemuda dalam menghadapi arus globalisasi. Ungkap M. Ali Shodikin ketua GMNI Surabaya.
Didalam memaknai arti Sumpah Pemuda, Ali Shodikin lelaki yang bias dipangil Prabu Ali menjelaskan “Sudah saatnya pemuda berperan dalam proses pengambilan kebijakan karena hari esok adalah milik mereka para pemuda generasi penerus bangsa.
Lanjut lelaki yang memakai jas merah “kedepan pemuda harus berani menjadi aktor dalam proses pengambilan kebijakan, pemuda harus berani mengambil langkah sebagai Official actors”. Official actors adalah mereka yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan publik melalui status atau kewajiban konstitusionalnya. Tegas ketua GMNI Surabaya.
Sambung Johanes Karel Kasihiuw “Kompas yang harus dijadikan panduan dalam mengelola bangsa dan negara ini, siapapun yang memimpin. Negara harus menjadi motivator dan penggerak segenap lapisan tanpa meninggalkan kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul sesuai amanat pembukaan UUD 1945. katanya
Pandangan yang hampirsama disampaikan oleh Januar S Kaimuddin, menurut dia begitu banyak tantangan yang harus kita taklukkan didalam mengisi kemerdekaan yang telah diwariskan oleh para pejuang terdahulu. "Bangsa dan Republik ini adalah hasil jerih payah perjuangan masyarakat daerah yang saat itu memiliki kesamaan nasib, kesamaan sejarah, dan kesamaan cita-cita untuk hidup bersatu,". Jelas lelaki yang menduduki jabatan ketua umum HMI cabang Surabaya
Setelah berorasi kurang lebih dua jam, refleksi Sumpah Pemuda ini kemudian diakhiri dengan melakukan konvoi bersama dari Jl. Darmo menuju Makam WR Soepratman. Mereka satu persatu melakukan tabur bunga diatas pusaran Pahlawan Nasiona pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Kami sengaja melakukan puncak perayan hari supah pemuda kali ini di makam WR Soepratman, sebab beliau adalah salah seorang yang berjasa serta mempunyai peran yang sangat penting didalam konres Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.” Untuk itu ita sebagai generasi muda jangan sekali-kali melupakan sejarah papar Mohammad Khusnyaini selaku ketua cabang PMII Surabaya.[al]
Label:
Aksi
Langganan:
Postingan (Atom)
Untuk Download Mars GmnI
Category
- Aksi (4)
- Artikel (2)
- Baksos (1)
- Info (1)
- KADERISASI (2)
- Tentang Gmni (1)